Senin, 02 Februari 2015


Pada suatu sore, tampak seorang pemuda tengah berada disebuah taman umum. Dari raut wajahnya tampak kesedihan, kekecewaan, dan frustasi yang menggantung. Dia terlihat berjalan dengan langkah gontai dan kepala tertunduk lesu. Sebentar-sebentar, ia terduduk dan menghela nafas panjang. Kegiatan itu diulangnya berkali-kali, seakan dia tidak tahu apa yang hendak dilakukannya.
                 Saat pikirannya sedang menerawang entah kemana, tiba-tiba pandangan matany terpaku pada gerakan seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya di antara ranting sebatang pohon tempat dia duduk. Dengan perasaan kesal, ia pun kemudian iseng mengambil sebatang ranting dan menumpahkan rasa kekesalannya pada sarang laba-laba itu. Maka, sarang itu pun dirusak tanpa ampun.
                Seusai melepaskan kejengkelannya, perhatian pemuda itu teralih sementara untuk mengamati ulah si laba-laba. Dalam hati ia ingin tahu, kira-kira apa yang akan dikerjakan laba-laba setelah sarangnya hancur oleh tangan isengnya? Apakah laba-laba akan lari terbirit-birit, atau dia akan membuat kembali sarangnya ditempat lain? Rasa penasaran itu nampaknya segera mendapatkan jawaban. Tak lama, si laba-laba tampak kembali ketempatnya semula. Laba-laba itu mulai mengulangi kegiatan yang sama. Merayap-merajut-melompat. Setiap helai benang dipintalnya dari awal, semakin lama semakin lebar dan tanpa kenal lelah laba-laba itu kembali menyelesaikan seluruh pembuatan sarang barunya.
                Setelah menyaksikan usaha laba-laba yang sibuk bekerja lagi dengan semangat penuh untuk memperbaiki dan membuat sarang baru, kembali ranting si pemuda beraksi dengan tujuan menghancurkan sarang tersebut untuk yang kedua kalinya. Dengan perasaan puas namun penuh ras aingin tahu, diamati ulah si laba-laba. Apa gerangan yang akan dikerjakannya setelah sarangnya dirusak untuk yang kedua kalinya?
                Ternyata, untuk ketiga kalinya, laba-laba mengulangi kegiatannya, kembali memulai dari awal. Dengan bersemangat merayap-merajut-melompat dengan setiap helai benang yang dihasilkan dari tubuhnya, laba-lab itu memintal membuat sarang sedikit demi sedikit.
                Setelah melihat dan mengamati ulah laba-laba tersebut dalam membangun sarang yang telah hancur untuk yang ketiga kalinya, saat itulah si pemuda mendadak tersadarkan. Tidak peduli berapa kali sarang laba-laba dirusak dan dihancurkan, sebanyak itu pula laba-laba membangun sarangnya kembali. Semangat binatang yang begitu kecil, dengan giat bekerja tanpa mengenal lelah, telah membuka kesadaran si pemuda.
                Hal itu menimbulkan perasaan malu dirinya. Karena sesungguhnya, si pemuda berada ditaman itu dengan hati dan perasaan gundah karena dia baru saja mengalami satu kali kegagalan! Maka, melihat semangat pantang menyerah laba-laba, dia pun berjanji dalam hati, “ Aku tidak pantas mengeluh dan putus asa karena telah menagalami satu kegagalan. Aku harus Bangkit lagi! Berjuang dengan lebih giat dan siap memerangi setiap kegagalan yang mengahadang, seperti semangat laba-laba kecil yang membangun sarnagnya kembali dari setiap kehancuran!” Segera si pemuda bangkit, dan bertekad kuat untuk bekerja lebih giat lagi. Bila perlu, dia akan memulai dari awal lagi, tanpa putus asa.

                Pembaca yang berbahagia,
                Mengalmai kegagalan bukan berarti kita harus menyerah, apalagi putus asa. Sebab, sebenarnya dengan kegagalan itu berarti kita harus intropeksi diri dan berikhtiar lebih keras dari hari kemarin. Melalui kegagalanlah kita bisa mengevaluasi setiap langkah yang kita lakukan.
                Kegagalan yang kita alami justru merupakan sarana menimba pengalaman dan sarana belajar untuk mencapai kesuksesan yang kita inginkan
“Selama kita masih memiliki tujuan yang menggairahkan untuk diacapai, tidak pantas kita patah semangat di tengah jalan, karena dalam kenyataannya, tidak ada sukses sejati yang tercipta tanpa melewati kegagalan.”  

0 komentar :

Posting Komentar