Senin, 26 Januari 2015


Dikisahkan, ada seorang pemuda berusia menjelang 30 tahun. Namun sayangnya, ia hanya memiliki kemampuan berpikir layaknya anak berumur di bawah 10 tahun. Ibunya dengan penuh kasih memelihara dan mendidik si anak agar kelak bisa hidup mandiri dengan baik, terlebih karena ia merasa anaknya punya kemampuan berpikir yang sangat minim.Si anak sangat mencintai ibunya. Suatu hari dia berkata, "Ibu, aku sangat senang melihat ibu tertawa, wajah ibu begitu cantik dan bersinar. Bagaimana caranya agar aku bisa membuat ibu tertawa setiap hari?""Anakku, berbuatlah baik setiap hari. Maka, ibu akan tertawa setiap hari," jawab si ibu. "Lantas, bagaimana caranya berbuat baik setiap hari?" tanya si anak. "Berbuat baik adalah jika kamu bekerja, bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Bantulah orang lain terutama orang-orang tua yang perlu dibantu, sakit atau kesepian. Kamu bisa sekadar menemani atau membantu meringankan pekerjaan mereka. 
Perlakukanlah orang-orang tua itu sama seperti kamu membantu ibumu. Pesan ibu, " jangan menerima upah ya. Setelah selesai membantu, mintalah sobekan tanggalan dan kumpulkan sesuai urutan nomornya. Kalau nomornya urut artinya kamu sudah berbuat baik setiap hari, dengan begitu ibu pun setiap hari pasti akan senang dan tertawa," jawab si ibu sambil membelai sayang anak semata wayangnya.
Sejak ibunya meninggal, karena kenangan dan keinginannya melihat ibunya tertawa, setiap hari sepulang kerja, dia berkeliling kampung membantu orangorang tua, kadang memijat, menimba air, memasakkan obat, atau sekadar menemani dengan senang dan ikhlas. Bila ditanya orang kenapa hanya sobekan tanggalan yang diterimanya setiap hari? Dia pun menjawab, "Karena setiap hari, setibanya di rumah, sobekan tanggalan yang aku kumpulkan, kususun sesuai dengan nomor urutnya. Maka setiap hari aku seakan bisa mendengar Ibuku sedang melihatku dan tertawa bahagia di atas sana." Si pemuda yang berpikiran sederhana itu telah menjadi sahabat banyak orang di desa.
Sehingga suatu ketika, atas usul dari seluruh warga, karena kebaikan hatinya, dia dianugerahi oleh pemerintah bintang kehormatan dan dana pensiun selama hidup untuk menjamin tekadnya, yakni agar setiap hari bisa membantu orang lain di sisa kehidupannya. Untuk kehidupan saat ini, memang rasanya cukup sulit untuk menemukan orang yang membantu orang lain tanpa ada keinginan untuk menerima balasan. Padahal, esensi kehidupan manusia sebenarnya adalah saling bantu membantu, menolong dan ditolong. Padahal sebenarnya, bila kita bisa berbuat baik dan membantu orang lain sesuai dengan yang dibutuhkan, akan memberikan rasa yang nikmat Sekali. Tentu, untuk berbuat baik dan membantu orang lain ini . Membutuhkan kesadaran, latihan, dan membiasakan diri terus menerus. 
Karena itu, mari kita praktekkan pepatah sederhana ini “Tiap hari melakukan satu kebaikan. Dengan begitu, hidup akan terasa lebih hidup, dan akan kita dapatkan kebahagiaan yang sebenarnya.

Sumber : www.andriewongso.com

Inspirasi bisa datang dari siapa saja! Tidak hanya dari tokoh terkenal. Kisah orang biasa dengan tindakan luar biasa bisa pun bisa menginspirasi kita. Kisah Priskilla Smith Jully contohnya. Di tengah keterbatasan penglihatannya, Priska mendirikan The School Of Life (TSOL), “rumah” bagi penderita cacat, orang terlantar dan penderita gangguan jiwa.
Siapa suka melihat pelangi? Menikmati pemandangan pegunungan? Atau menyaksikan debur ombak? Indah kan Kak? Tapi tidak semua orang seberuntung kita yang bisa menyaksikan keindahan alam. Mereka penglihatannya terbatas, kemanapun menatap, hanya gelap yang terlihat. Terbayang kak rasanya? Coba pejamkan mata dan melangkahlah, 10 langkah saja.
Namun di tengah keterbatasan, beberapa dari mereka bertindak luar biasa, lebih luar biasa dibandingkan kita yang berpenglihatan normal.
“Aku menatap gelap. Tapi aku percaya duniaku berwarna. Cita-citaku sederhana, membawa dunia yang sama kepada mereka yang pernah ditinggalkan. Dan karenanya aku bahagia” (Priskilla Smith Jully).
Itulah kata-kata Kak Priska, seorang perempuan berumur 34 tahun, yang selama hidupnya tak bisa menikmati warna-warni dunia. Keterbatasan penglihatan tidak membatasi tindakan atau membuatnya menyerah. Ia justru berusaha keras membuat orang yang senasib dengannya, memperoleh kebahagiaan.
Kak Priska mendirikan The School Of Life (TSOL) yang mengasuh mereka yang tidak beruntung, mulai dari cacat fisik, terlantar, ataupun mengalami gangguan jiwa. Kak Priska peduli pada orang-orang yang terbuang sebagaimana dirinya. Kak Priska lahir sebagai anak yang tak diinginkan. Sewaktu dikandungan, ada usaha untuk menggugurkannya sehingga ia terlahir cacat.
Dalam kondisi fisik yang kurang beruntung, Kak Priska juga berusaha menyambung kehidupannya. Berbagai profesi, mulai dari kondektur, penjual kue, penyanyi kafe, preman pasar, sampai penyiar radio, pernah ia lakoni. Keadaan ini tidak membuat keinginannya untuk berbagi kebahagiaan menjadi padam. Ia tetap berani mendirikan The School Of Life (TSOL).
Jika ditanya, berapa modal yang dimiliki Kak Priska untuk mendirikan TSOL, ia pasti menjawab, modalnya hanya nekat. Puluhan orang kurang beruntung menjadi anak didiknya. Untuk mengatasi berbagai kesulitan ekonomi yang dialami sekolah yang berdiri pada 2006 tersebut, Kak Priska bersama tim pengabdi dan beberapa anak asuhnya turun langsung mencari uang. Mereka melakukan apapun, seperti menjadi pengupas bawang merah, badut, pengisi acara di resepsi, sampai berjualan sembako dan pakaian bekas.
Perjalanan hidup dan tindakan nyata Kak Priska ini begitu inspiratif. Fimela TV dan DOVE bersama Miles Films dengan didukung oleh Kick Andy Foundation, tergugah untuk mengabadikan kisahnya dalam bentuk film pendek. Film berjudul Lentera Hati Priska ini bertujuan menginspirasi orang Indonesia, perempuan khususnya, untuk terus berjuang demi kehidupan yang lebih baik.
Langkah Kak Priska sudah luar biasa. Selayaknya mendapat dukungan luas dari kita agar upaya luar biasa tersebut mencapai tujuannya.

Sumber : http://blog.indonesiabercerita.org/beritaidcerita/lentera-hati-priska/